Hatiku sedikit tenang. Kucoba untuk tidur. Kala aku tak juga terlelap, Uncle Jose menyelipkan sebuah buku ke tanganku. Buku apa ini? Judulnya terlalu kecil. Aku butuh Ayah untuk membacakannya.
"Oh iya, aku lupa. Sini..."
Uncle Jose merampas lagi buku itu. Dia membacakannya. Manusia Bandara, oh rupanya itu buku yang ditulis Uncle Jose. Buku yang berisi kisah-kisah pengalamannya menjejakkan kaki di berbagai bandara di dalam maupun luar negeri.
Semalaman Uncle Jose menghiburku dengan cerita-cerita di bukunya. Uncle Jose hebat, pikirku. Keberaniannya melakukan traveling ke berbagai negara sungguh mencengangkan. Caranya memberi perhatian pada orang lain pun tidak terduga.
"Kamu tahu, Gadis Bermata Biru?" desah Uncle Jose setelah menutup bukunya.
"Calvin sangat mencintaimu. Selama kenal dia, belum pernah kulihat Calvin mencintai seseorang begitu dalam. Tak setetes pun darah Calvin mengalir dalam dirimu. Tetapi cintanya sebesar The Great Wall di Tiongkok, setinggi Menara Eiffel di Paris, dan sedalam Sungai Danube di Eropa Timur. Calvin mencintai anak tunggalnya seperti belahan jiwa."
Perkataan Uncle Jose merasuk lembut di kepalaku, turun perlahan ke hatiku. Kudengar ia menghela nafas.
"Selama di sini, aku belajar banyak hal. Belajar bersabar, belajar menghadapi anak manja, belajar bernyanyi lagi, dan belajar cinta. Semua pelajaran itu lebih dari cukup sebagai hadiah ulang tahunku."
Aku terpana. Malam merayap menuju tanggal 14 Desember. Jadi, sekarang ulang tahun Uncle Jose?
Paginya, kami kedatangan tamu. Seorang wanita cantik berambut panjang, berhidung mancung, dan berkulit putih melempar diri ke pelukan Uncle Jose. Ia beralih mendekap Arini sambil terisak.
"My Cattleya," lirih Uncle Jose.