"Pa, nanti sore kita nonton yuk. Kata temanku, ada film bagus yang lagi diputar." Ajak Silvi.
Ajakan itu ditingkahi gelengan tegas sang Papa. Sibuk, begitu selalu ia beralasan. Melihat wajah murung Silvi, Calvin menghiburnya. Ia yang akan menemani Silvi nonton film nanti sore.
"Kamu terlalu memanjakannya." Tegur Adica sepeninggal Silvi. Anak cantik itu pergi ke sekolah diantar supirnya.
"Dari pada kamu yang tak pernah punya waktu untuk anak kita." Balas Calvin telak.
Wajah Adica memerah seolah Calvin baru saja menamparnya. Ia bertolak pinggang dengan angkuh lalu berkata,
"Siapa bilang? Akhir pekan nanti aku berencana mengajak Silvi liburan short time ke Bali. Aku siapkan resort untuknya."
Senyum ragu bermain di bibir Calvin. Ia tak yakin Silvi mau liburan bersama Adica. Merasa tertantang, Adica menelepon supirnya saat itu juga. Meminta sang supir memberikan handphonenya pada Silvi. Sengaja Adica meloudspeaker handphonenya agar Calvin bisa mendengar langsung.
"Silvi, kamu mau liburan ke Bali sama Papa Sabtu nanti? Kita bisa snorkeling, main pasir, berenang, pokoknya macam-macam lagi. Mau ya, liburan berdua sama Papa?" Nada suara Adica merayu.
"Nggak mau. Silvi nggak bisa tinggalin Ayah."
Mendengar itu, Calvin tertawa. Raut kesal menepi di wajah Adica. Ia melempar pandang sebal pada kakak kembarnya, lalu pergi.
Perdebatan kecil dengan Adica melemahkan kondisinya. Calvin sempat kesulitan bernafas beberapa jam sebelum menuntaskan janjinya dengan Silvi. Demi Silvi, Calvin memaksakan diri untuk tetap menyenangkan hatinya. Ia menonton film bersama gadis bermata biru itu dengan memakai selang oksigen. Keluar dari bioskop, pria berjas hitam itu tak kuat lagi.