"Oh iyalah. Punya Silvi bikin kita jadi anak muda terus."
Silvi tersenyum memandangi dua pria tampan di kanan-kirinya. Mata Adica jelalatan mengamati perempuan-perempuan yang mengantre di loket tiket. Setelah lama diperhatikan, tak ada yang menarik.
"Papa lagi cari Mama baru ya?" Silvi terkikik geli seraya mencubit pinggang Adica.
"Iya, tapi nggak ada yang cantik."
Orang-orang menatap aneh ke arah mereka. Sebagian mengagumi ketampanan dan kecantikan keluarga kecil itu, sebagian lagi menuduh Silvi rakus. Dikiranya Silvi menggaet dua pria sekaligus.
Sementara Silvi dan Adica asyik bercanda, Calvin keluar dari antrean. Dibelinya tiga cup milk tea dan sebuket besar pop corn rasa karamel. Melihat Calvin kembali dengan menenteng bawaannya, Silvi cemberut.
"Ayah, kenapa beli camilan? Nanti kita, kan, mau makan!" rajuknya manja.
"Ya udah kalo kamu nggak mau. Biar Papa aja yang abisin. Kalo Papamu gendut, kan, nanti nggak ada yang mau jadi istri." sahut Calvin santai.
Adica melempar tatapan membunuh ke arah Calvin. Kalau saja saudara kembarnya tidak sakit, sudah dijitaknya kepala pria itu.
Mereka pun menonton film. Sebuah film bersetting reuni sekolah, namun sarat akan kritik sosial. Calvin dan Adica fokus pada kritik sosial yang disampaikan di film itu. Silvi gagal fokus gegara melihat pemeran utamanya yang ganteng dan bertubuh seksi.
Usai menonton film, mereka bergegas ke skybar. Sejak tadi Silvi tidak henti melirik arlojinya.