Tanpa permisi, Catharina merebut kartu keemasan. Mata besarnya meneliti inisial itu. Keningnya terlipat.
"G? Siapa ya? Ada nggak teman sekelas kita yang namanya berawalan huruf G?"
Kami berpikir-pikir. Betapa bodohnya aku. Dari pada repot mengingat, kenapa tidak ambil daftar absen saja? Aku dan Catharina melesat ke meja guru.
"Garry Alexander...ah, si Garry jelek kan udah punya cewek. Ntar kamu diskakmat sama Angelina. Taekwondownya gila." Catharina merepet tak jelas.
"Giovanny Albertus Nainggolan. Yeee, dia lebih nggak mungkin. Si Gio pelit abis. Udah pelit, jomblo tingkat akut lagi. Aku ingat pas kerkom di rumahnya, si Gio nggak suguhin apa-apa. Air minum aja nggak."
Kutemukan nama Gerard Wijaya. Aku menggeleng. Sempat berembus kabar kalau anak basket itu naksir padaku. Tetapi, dia mundur teratur setelah mengetahui perasaanku pada Frater Gabriel.
"Gilbert Austin Wibowo. Yaaah, si Gilbert mana punya modal buat kasih bunga ke cewek? Uang kas kelas aja dia sering mogok bayar!" ceplos Catharina tepat ketika si empunya nama datang.
"Gilang Florensius Kartasasmita. Hmmm, mungkin juga sih. Ayahnya punya enam bengkel mobil. Pasti mampu beli bunga. Dan dia baik sama kamu, Silvi."
Aku tak yakin. Jariku kembali menyusuri deretan nama di barisan huruf G.
"George Steven Latuperisa. Ah, ini nih kayaknya. George ini yang bapaknya punya mall, kan? Trus dia pernah nembak kamu, tapi kamu nggak jawab?"
Sekali lagi, aku ragu. Firasatku mengatakan, bukan teman sekelas yang mengirimiku bunga.