Sivia istimewa, begitu kata Calvin pada semua orang. Apa pun pendapat orang tentang istrinya, selalu saja ia membanggakan Sivia. Wanita Lily itu, dengan keterbatasan jiwanya, mampu mengelola butik dan menjadi model. Bukankah itu spesial?
"Calvin, lihat. Ini bagus." tunjuk Sivia ke arah potret seorang model wanita di majalah fashion.
Calvin bergumam setuju. Bukan Calvin Wan namanya kalau tak paham modeling. Sebelum merambah dunia bisnis dan blogging, ia pernah menjadi coverboy.
"Aku ingin dikuncirkan rambutnya...seperti ini." Sivia merajuk manja.
Tutup kotak aksesoris terbuka. Sejenak mencari-cari, Calvin menemukan ikat rambut berwarna biru. Calvin menguncir rambut Sivia.
Hati Sivia terasa tenang saat Calvin menguncirkan rambutnya. Di sinilah Sivia merasakan kehadiran fisik begitu penting. Calvin mengambil banyak peran sekaligus bagi wanita itu: ayah, guru, konselor, caregiver, dan pendamping. Cinta yang hakiki, ketika orang yang terus-menerus kita lukai, tetap menawarkan kelembutan dan hadir setiap hari. Jika Calvin sakit, berantakanlah Sivia.
Mendadak gerakan tangan Calvin terhenti. Sivia kebingungan. Didengarnya Calvin terbatuk. Calvin meninggalkan Sivia untuk muntah. Perlahan Sivia menyentuhkan tangan ke rambutnya yang terkuncir rapi.
Darah. Mengapa ada darah? Firasat buruk menyeruak di hati Sivia. Calvin tak juga kembali.
** Â Â
"Mutiara...I'm home!"
Revan melangkah ringan memasuki rumah. Senyum cerah menghiasi wajahnya, berbanding terbalik dengan mendung tebal yang bergelayut manja di luar sana. Chef Mutiara turun dari lantai atas. Memeluk pinggang suaminya mesra.