Tidak, tidak ada yang salah dengan Sivia. Sivia istimewa, Sivia spesial. Ia hanya berbeda dari yang lain, bukan gila.
** Â Â
"Dan inilah peraih juara umum Global International School. Arini Cattleya Jose..."
Tepuk tangan bergmuruh di seluruh aula. Mata Arini berbinar bahagia. Di kanan-kirinya, Jose dan Alea terharu. Mereka bangga, bangga sekali.
"Kepada Arini dan orang tua, dipersilakan maju ke depan untuk menerima penghargaan dari Headmaster." kata sang MC.
Arini bangkit dari bangkunya. Alea melangkah ke belakang kursi roda Jose. Pelan didorongnya kursi roda Jose menuju panggung. Ratusan pasang mata tertuju pada mereka bertiga. Bisik-bisik mengiringi langkah mereka.
Sudah menjadi rahasia umum kalau Arini memiliki ayah dengan kondisi berbeda. Jose tak bisa lagi menggandeng tangan Arini sambil berdiri. Kedua kakinya terlalu lemah untuk membawa Arini jalan-jalan. Kini, Arinilah yang harus berdiri di samping Ayahnya.
Headmaster memberi penghargaan dan sertifikat. Ia meminta berfoto bersama Arini, Jose, dan Alea. Arini di samping Headmaster, Alea berdiri anggun di sebelah kursi roda Jose. Mereka pun berfoto bersama.
Bisik-bisik masih saja terdengar di antara riuh tepuk tangan. Para wali murid menggunjingkan kekurangan Jose dan kesediaan Alea mendampinginya. Spekulasi negatif bermunculan. Ada yang menduga Alea setia di sisi Jose karena harta. Ada pula yang melontarkan dugaan bila Alea berselingkuh di belakang Jose. Sebagian wali murid mengenal Alea, karena perusahaan dan yayasan milik mereka pernah bekerjasama dalam project kesetaraan gender yang dijalankan wanita sophisticated itu.
"Alea, ayo kita pergi." Jose setengah memohon saat mereka selesai berfoto.
"Iya, Sayang. Kamu kenapa? Tidak nyaman dengan tatapan orang-orang ya?" Alea menanyainya lembut.