"Sekarang kamu begitu ya! Membanding-bandingkanku dengan wanita yang lebih cantik! Ok fine, aku akan perawatan lagi! Asalkan suamiku kaya..."
"Bukan itu, Rinjani Magenta. Aku ingin kamu memasak untukku."
Paras Rinjani merah padam. Malunya salah persepsi. Dia pikir, Reinhard mulai berpaling ke perempuan seksi.
Selama ini, Rinjani tak pernah memasak untuk Reinhard. Selalu saja dia mengarang alasan. Waktu masih bekerja di bank, Rinjani menolak memasakkan sesuatu untuk Reinhard dengan alasan sibuk. Kini, setelah resign dan bekerja dari rumah, Rinjani tak mau memasak dengan alasan harus stand by dengan online shop. Semua alasan itu terkesan dibuat-buat menurut Reinhard.
"Aku ingin seperti tetangga kita," keluh Reinhard seraya membanting tubuhnya ke sofa. Ucapannya disambuti dengusan angkuh Rinjani.
"Rumput tetangga memang lebih hijau." timpalnya sarkastik.
"Aku ingin kamu seperti Rossie dan Adica yang selalu memasak bersama walau hasilnya tidak enak. Atau seperti Calvin yang sering memasak untuk Sivia dan Arini. Alea yang super sibuk saja, masih bisa menjadi caregiver buat suaminya. Ummi Adeline setia membacakan berkas-berkas yang perlu ditandatangani untuk Abi Assegaf. Kapan kamu seperti mereka?"
Keluhan Reinhard membuat Rinjani pusing. Baginya, suaminya tak tahu diri. Bagaimana mungkin Reinhard mengharap romantisme sementara kebebasan finansial belum tercapai?
"Rein, jangan bermimpi terlalu tinggi. Kita bukan mereka. Tetangga kita seperti itu karena mereka kaya. Nah kita...? Aku menikah dengan penulis gagal. Bukan penulis sesukses Andrea Hirata atau Tere-Liye. Ya jelas tidak mampu mengikuti standar mereka."
"Tidak harus menunggu kaya untuk menunjukkan cinta. Tidak harus menunggu kaya untuk membahagiakan orang lain."
Jujur saja, Reinhard tersinggung disebut penulis gagal. Dirinya tidak seburuk itu. Tulisan-tulisannya sering tembus media lokal dan nasional. Tiap kali honornya turun, Rinjani selalu kecipratan rezeki.