Sivia melangkah pergi dengan berat hati. Lantai parket memantulkan bunyi langkah kakinya. Terpaksa ia pergi tanpa menunggu suaminya bangun.
Sejak sakit, waktu tidur Calvin lebih lama. Dia membutuhkan 9-10 jam untuk tidur. Sehari saja kurang istirahat, efeknya fatal.
Calvin terbangun sesaat setelah deru mobil Sivia meninggalkan halaman. Ribuan jarum menusuk-nusuk tubuhnya. Dipaksakannya diri untuk bangun dan beraktivitas.
Ritme hidupnya berubah semenjak meninggalkan kantor. Istirahat lebih lama, berdoa lebih tenang, tinggal di lingkungan yang lebih ramah, dan punya waktu luang lebih banyak. Semua kelebihan itu dibarengi dengan tubuhnya yang lebih sering memprotes. Setiap pilihan mengandung risiko.
Kenyataan membuka tabirnya sendiri di depan mata Calvin. Tanpa perlu penjelasan sesiapa, Calvin tahu tubuhnya telah berbeda. Obat-obat pengencer darah yang rutin diminum tiap hari, tubuh yang mudah letih, dan perdarahan yang lebih sering. Kurang jelas apa lagi semua realitas itu?
Kini Calvin tak ada bedanya dengan Jose. Menyintas kelainan darah. Menggantungkan hari demi hari pada obat agar tetap terlihat sehat. Sehat dengan catatan, begitu pil pahit yang harus ditelan pengidap kelainan darah.
Ting tong
Dering bel memutus kesedihannya. Kehadiran tetangga-tetangga ajaib yang bertamu hampir tiap hari menjadi hiburan tersendiri baginya. Siapakah yang datang pagi ini? Reinhard-Rinjani yang meminjam sesuatu, Alea yang menangis, Revan yang meminta sarapan, ataukah Adica-Rossie yang berbagi hasil masakan mereka?
Pintu mengayun terbuka. Betapa kagetnya Calvin menjumpai Reinhard dengan tangan keriput, tubuh basah, dan bibir membiru. Cepat-cepat ia membawa Reinhard masuk. Diberinya baju ganti. Firasatnya mengatakan, tujuan kedatangan Reinhard pagi ini bukan untuk meminjam sesuatu.
"Ada apa, Rein?" tanya Calvin penuh perhatian.
"Aku berantem sama Rinjani." Reinhard menjawab, suaranya bergetar.