"Sebenarnya, ada kado lain yang diharapkan dari anak Ayah."
Keingintahuan Sivia bangkit. Ditatapnya mata sipit milik sang ayah lekat-lekat.
"Ayah ingin kamu berhenti..."
Sivia gagal mengetahui keinginan terbesar Ayah Calvin padanya. Sebelum permintaan itu terselesaikan, Ayah Calvin terbatuk. Darah segar mengalir dari hidungnya. Sivia menahan napas. Beberapa kali ia pernah melihat Ayahnya dalam kondisi seperti ini.
Pelukan terlepas. Sejurus kemudian, Ayah Calvin meninggalkan Sivia untuk muntah. Tangan mungil Sivia menutup telinganya. Tidak, Ayah Calvin hanya muntah karena kelelahan. Ayahnya akan baik-baik saja.
Bunda Alea mengetuk pintu kamar Sivia. Wanita cantik berambut panjang itu tersenyum hangat. Dibelainya rambut Sivia penuh sayang.
"Sivia, Bunda pinjam Ayah ya. Sebentar saja..." bujuknya.
"Bunda, Ayah sakit." jelas Sivia dengan suara bergetar.
"Ya. Ayah akan baik-baik saja. Tapi Bunda pinjam Ayah dulu, ok?"
Sebelum berpisah, Ayah Calvin mencium kening Sivia. Bunda Alea merengkuhnya. Sivia melambai sedih melepas kedua orang tuanya.
Malam berganti pagi. Sivia terbangun dengan hati memendam harap. Ia berharap Ayah-Bundanya sudah pulang. Namun...