Penjelasan kedua paman ganteng di kanan-kirinya memuaskan. Dengan lesu, Sivia kembali ke kamarnya. Dia ragu Ayah Calvin honeymoon dengan Bunda Alea. Ayah Calvin takkan tega meninggalkannya sendirian hanya untuk bersenang-senang. Pasti ada sesuatu.
Sivia mengganti gaun rumah berbordir emasnya dengan piyama berwarna soft pink. Dioleskannya body lotion. Biasanya, Ayah Calvin yang membantunya berpakaian dan memakai lotion sebelum tidur. Ia merebahkan diri ke ranjang queen size. Nanar ditatapnya pigura-pigura foto di dinding kamar. Semuanya berisi potret sang ayah. Sivia sayang sekali dengan sang ayah. Sampai-sampai ia melepas wallpaper dan gambar-gambar Disney Princess yang dipasang Bunda Alea, lalu menggantinya dengan semua potret diri Ayahnya. Ayahku tampan, Sivia membatin rindu.
Ia layak berbangga. Ayah Calvin paling tampan dibanding seluruh ayah teman-temannya. Beberapa ibu wali murid dan ibu guru yang tidak sadar sudah punya suami, masih melirik Ayahnya. Beberapa kakak kelas Sivia di Junior High School dan Senior High School dalam yayasan yang sama, naksir Ayah Calvin. Wajar sih, Ayah Calvin Wan lebih cocok jadi model atau bintang film ketimbang pemerhati ekonomi dan teknologi.
Tapi...
Ayahnya yang tampan kini tak ada. Rumah besar bertingkat tiga itu kian sepi. Sivia rindu, rindu didekap Ayahnya. Gadis kecil sembilan tahun itu makin yakin, Ayahnya bukan pergi honeymoon. Diingatnya malam terakhir bersama Ayah Calvin.
** Â Â
"Ayah sudah bangga sama kamu, Sayang. Kamu luar biasa, bisa membuat tiga novel dalam setahun." puji Ayah Calvin setulus hati.
"Jadi, tiga novel itu kado terindah buat Ayah?" tanya Sivia senang.
Ayah Calvin mengangguk. Kedua tangannya lembut mengoleskan lotion ke tangan dan kaki Sivia. Setelah mengatur suhu pendingin udara, Ayah Calvin naik ke ranjang dan memeluk Sivia. Dielus-elusnya rambut anak kesayangannya. Belaiannya turun perlahan, dari rambut lalu ke punggung.
"Tapi..." Ayah Calvin menggantung perkataannya sejenak.
"Tapi apa, Ayah?"