"Kamu terlalu baik, Calvin. Memangnya dia pikir kita mau siapin apa? Bubur Manado?"
Spontan Revan menghentikan suapannya. "Bubur Manado? Mau banget kalo ada. Lumayan, bisa makan masakan leluhur."
Tahulah mereka kalau Revan masih mempunyai darah Manado Borgo dalam dirinya. Keluarga ibunya Manado Borgo. Ayahnya orang Portugis asli. Pantas saja mata Revan berwarna biru, persis mata Sivia.
Mereka menikmati sarapan sambil berbincang. Revan banyak bercerita tentang pengalamannya sarapan di rumah tetangga yang lain. Saat mau numpang sarapan di rumah Reinhard-Rinjani, dia pernah diusir. Pasangan freaky itu mengatainya dosen tak tahu diri karena minta sarapan di rumah tetangga. Adica dan Rossie wellcome. Hanya saja, masakan mereka tak enak. Revan hanya berani breakfast di rumah Jose saat ada Alea. Ia tak terbiasa melihat wajah dingin Jose. Tiap kali ke rumah Abi Assegaf dan Ummi Adeline, Revan disuguhi menu sarapan khas Timur Tengah. Tabouleh (salad khas Timur Tengah berisi daun mint, parsley, tomat, dan bawang merah), yughmish berupa roti berlapis daging sapi cincang, kushari (nasi ala Mesir yang dicampur makaroni, buncis, rempah dan tomat), serta simit-roti berlumur wijen dan berbentuk donat-.
"Wah, macam-macam ya. Btw, kenapa sih kamu suka sarapan di rumah tetangga? Memangnya kamu nggak bisa cari sarapan sendiri?" cetus Sivia blak-blakan.
"Kesepian." Revan menjawab pendek. Sukses membuatnya dihadiahi tatapan heran.
"Kesepian?" ulang Calvin bingung.
"Aku rindu kehangatan keluarga. Kita, orang-orang metropolitan, hanya punya sedikit waktu di rumah. Sarapan jadi salah satu momen kebersamaan. Aku hidup sendiri, Calvin. Tidak ada kehangatan keluarga di rumahku. Makanya aku sarapan di rumah tetangga biar aku merasakan kehangatan yang hilang."
Iba hati Sivia. Calvin tersentuh. Sarapan, yang dianggap sebagai cara menambah asupan energi sebelum beraktivitas, dinilai begitu dalam oleh Revan. Benar kata pria bermata biru itu. Makan bersama menjadi momen perekat jiwa dalam keluarga. Saat sebuah keluarga berkumpul di meja makan, jiwa mereka diikat melalui masakan dan rasa lapar. Makan bersama menjadi bahasa cinta paling universal dalam keluarga.
Bertemu Revan pagi ini membuka mata hati Calvin dan Sivia. Betapa pentingnya kebersamaan di meja makan. Jika tak ada tamu, ingin rasanya Sivia menangis di pelukan Calvin saat itu juga. Ia menyesal, menyesal telah melewatkan ratusan kali kesempatan makan bersama belahan jiwanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H