Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Malaikat, Lily, Cattleya] Mata Biru Kesepian

1 Oktober 2019   06:00 Diperbarui: 1 Oktober 2019   06:03 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Calvin meminum obatnya. Sivia berdoa dalam hati. Perasaan takut tergurat di dadanya. Bukan baru sekali-dua kali Calvin memuntahkan kembali obatnya. Kondisi kesehatan Calvin semakin menurun setelah ia divonis mengidap sindrom kekentalan darah.

"Sivia, sebenarnya aku sakit apa? Kenapa aku harus minum obat terus tiap jam empat pagi?" Calvin bertanya-tanya, menyeka keringat dingin yang membanyak di keningnya.

"Kamu...kamu kelelahan. Kamu harus minum obat biar tubuhmu tetap sehat." sahut Sivia terbata.

Ekspresi ketidakpercayaan menghiasi wajah Calvin. Ia tahu, ada yang disembunyikan Sivia. Sebaliknya, Sivia nampak gundah.

"Kamu capek minum obat ya? Be strong, my angel..." Sivia berkata meneguhkan.

"Nope. Aku hanya tidak mengerti dengan tubuhku. Kalau aku memang sakit parah dan harus minum obat, aku bisa terima kenyataan. Tapi kalau begini...?"

Rasa bersalah memukul-mukul hati. Sivia memahami perasaan suaminya. Calvin pastilah terjebak dalam kebingungan atas tubuhnya sendiri. Tubuh yang menuntut jatah istirahat lebih banyak. Tubuh yang mengharuskan diberi obat pengencer darah setiap hari.

**   

Hujan telah berhenti. Langit seputih mutiara, dihiasi awan-awan seringan kapas. Udara dingin menyerbu. Waktunya mematikan AC.

Di pagi yang dingin, Calvin turun ke pantry. Ia menyiapkan sarapan. Sivia menyusulnya. Membantu sebisanya. Calvin tak pernah menyuruh, apa lagi memaksa.

"Mau selai rasa apa, Sayang? Coklat, nanas, strawberry..." Calvin menawari. Mengangkat stoples-stoples selai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun