Menulis skenario menuntut kedisiplinan dan kerja keras. Sementara itu, malaikat belahan jiwanya sedang sakit. Ia butuh perhatian lebih. Hati Sivia tercabik dilema.
"Aku bikinin teh buat kamu, Princess. Earl Grey kesukaan kamu."
Suara bass lembut nan empuk itu memburai benang kusut di pikiran Sivia. Dipaksakannya seulas senyum. Perlahan dia menyesap teh buatan Calvin.
Hangat.
Sensasi kehangatan naik ke dadanya. Turun, turun perlahan hingga ke perutnya. Sivia menikmati tegukan teh dengan mata setengah terpejam.
"Kayaknya kamu lagi mikirin sesuatu. Ada apa?" selidik Calvin.
Sivia mengangkat bahu, enggan bercerita. Jika ia membeberkan cerita, sama saja ia harus mengungkap rahasia penyakit Calvin. Sekarang bukan waktu yang tepat.
Reminder di handphone Sivia berbunyi. Ia terlonjak kaget saat menatap jam dinding. Sudah pukul empat pagi.
"Calvin, kamu minum obat dulu ya. Biar aku ambilkan..."
Setelah berkata begitu, Sivia membuka bungkusan obat. Diletakkannya pil-pil putih ke atas baki kecil. Dituangkannya air putih ke dalam gelas baru yang masih kosong.
"Diminum obatnya, Sayang." pinta Sivia.