"Jangan bohong! Kamu nawarin karyawan biar resign, kan? Itu sama aja kayak PHK massal!" sergahku.
"Jose...sudah, Sayang." Alea berbisik menengahi.
"Aku tidak tega mem-PHK mereka, Jose."
Sebelum suasana makin memanas, Alea menggiring kami ke ruang makan. Terpaksa aku diam. Walau aku tak suka cara Calvin mengatasi masalah dengan perampingan karyawan secara halus.
Makan malam berlangsung dalam kecanggungan. Calvin memberi selamat padaku karena buku Manusia Bandara hasil karyaku menjadi bestseller. Kerak es di hatiku mencair.
Obrolan menjadi lebih santai setelah makan malam. Arini menempel mesra di pelukan ayah keduanya. Calvin mengelus-elus kepala Arini sampai tertidur. Digendongnya putriku ke kamar. Hatiku remuk. Menggendong Arini, sesuatu yang tak mampu lagi kulakukan.
Calvin tidak datang dengan tangan kosong. Dibawakannya satu set koleksi buku cerita anak untuk Arini, sebuket bunga anggrek Cattleya untuk Alea, dan setelan jas Dolce and Gabbana untukku.
"Jose, I have a good news."
"What's up?"
"Ada peluang kamu akan mendapat kaki palsu. Kalau kamu punya kaki palsu, kamu bisa berjalan lagi."
"Wow, that's great. Thank you so much, Calvin."