Bukan, suara bernada riang itu bukan dari bibirku. Tetapi dari bibir Alea. Gurat kebahagiaan mendominasi wajah jelitanya.
"Kenapa kamu peduli padaku?" tanyaku, sama sekali tidak senang.
Belum sempat pertanyaan itu terjawab, Calvin terbatuk. Refleks ia meraih tissue dan menangkupkannya. Calvin terbatuk beberapa kali. Helaian tissue dipenuhi noda darah. Aku, Calvin, dan Alea terbelalak.
"Calvin, are you ok?" tanya Alea khawatir.
Bangunan egoku runtuh seketika. Tidak, ada yang tidak beres. Sepupuku sakit. Jika ia sehat, mana mungkin ia batuk darah?
"I'm good," jawab Calvin menenangkan.
"Nggak. Kamu pasti lagi kurang sehat. Calvin...bilang sama aku. Kamu kenapa?" selaku.
Ya, Tuhan, aku khawatir. Haruskah ada lagi yang menderita penyakit darah selain diriku?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H