Ibadah berlangsung khidmat. Tak ada yang mengantuk. Semuanya khusyuk berdoa.
Tiba waktu tausyiah. Mereka semua duduk mendengarkan. Materi tausyiah malam ini tentang sifat Allah yang Maha Menyaksikan. Allah selalu tahu isi hati terdalam. Di akhir tausyiah, penceramah mengucap doa.
"Ya, Allah, jagalah saudara-saudara kami di Palestina dan Suriah."
Jose tertegun. Dipegangnya tangan Ayah Calvin. Pria tampan berkacamata itu menoleh menatapnya.
"Kenapa, Sayang?"
"Ayah, kenapa tidak ada yang mendoakan kita?" tanya Jose polos.
Kening Ayah Calvin berkerut. Ia memandang Jose tak mengerti.
"Iyaaaa...kenapa nggak ada yang doain orang-orang kayak kita? Kenapa nggak ada yang berdoa buat orang Tionghoa, orang Manado Borgo, orang Linggong, orang Aceh keturunan Portugis? Kenapa malah doain yang jauh dulu?" kejar Jose.
Ayah Calvin terenyak. Di samping kanan, Paman Revan mendengarkan dengan sedih. Bibirnya siap meluncurkan jawaban. Namun, ia tak yakin Jose akan mengerti.
"Kau harus tahu, anak nakal. Orang Indonesia terlalu membanggakan sesuatu yang bercorak kearab-araban. Glorifikasi Palestina dan Timur Tengah." Paman Adica menjawab, nadanya dingin. Suaranya keras, membuat seisi masjid mengalihkan pandang padanya.
** Â Â