Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ayah, Kenapa Tidak Ada yang Mendoakan Kita?

17 Mei 2019   06:00 Diperbarui: 17 Mei 2019   06:05 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

**   

Ini semacam undangan balasan. Di paruh kedua bulan mulia, Paman Revan mengundang Jose dan Ayah Calvin ke rumahnya. Paman Adica tak bisa ikut. Ada urusan dengan Abi Assegaf dan Ummi Alea.

Satu jam selepas senja, mereka pergi ke masjid eksekutif di samping rumah Paman Revan. Masjid eksekutif itu baru selesai dibangun. Mengikuti trend dengan karpet tebal, gedung full AC, dan pintu kaca. Banyak yang pro, banyak pula yang kontra. Namanya trend, siapa bisa melawan?

Mereka jarang ke masjid. Bukan apa-apa, pasalnya mereka sudah bosan ditatap aneh. Jamaah menganggap mereka berbeda. Bikin ibadah tidak khusyuk saja. Lebih baik ibadah di rumah.

Lihatlah, beda sekali. Sebagian beesar jamaah pria memakai sarung dan peci. Sebagian besar jamaah wanita memakai mukena. Mereka berempat lebih nyaman memakai jas dan abaya Turki.

Jamaah bermata biru seperti Silvi dan Paman Revan dianggap mencolok. Jose dan Ayah Calvin, dengan paras oriental mereka, mengundang tanya. Lagi-lagi begini.

Kalau bukan karena Abi Assegaf, mereka takkan datang. Mereka sangat menghormati pria itu. Terlebih, anak Abi Assegaf orang dekat mereka.

"Kalian datang? Bagus..." sambut Paman Adica senang.

Ditepuknya punggung Paman Revan. Ia mengusap kepala Jose dan Silvi. Ditatapnya Ayah Calvin lekat-lekat.

"Kau baik-baik saja, Dahak?"

"I am good." Ayah Calvin menyahut pendek. Ia tak suka dikhawatirkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun