** Â Â
-Semesta Dokter Tian-
Pening kepala Dokter Tian menghadapi rentetan masalah. Perselingkuhan Nyonya Dinda yang terus berulang. Kegalauan Tuan Effendi. Dilema Calvin.
Mengapa Calvin dan Tuan Effendi harus terlibat dalam hidupnya? Itu sebab desakan simpati. Sudah menjadi pilihan Dokter Tian untuk membantu mereka sebisanya. Buktinya, tengah malam begini, dia masih sibuk bertukar pikiran dengan dokter mata.
Esoknya, Dokter Tian membawa jawaban dari pertanyaan Calvin. Pagi sekali, saat rintik hujan menyetubuhi kota dan untaian kabut tipis berenang-renang di kolam langit, Dokter Tian meluncur ke tepi pantai. Ia bicara empat mata dengan pasien istimewanya. Ia jelaskan panjang lebar jawabannya.
"...Jadi begitu, Calvinku. Tapi aku tidak yakin." tukasnya mengakhiri, ragu-ragu.
Seulas senyum merekah di wajah Calvin. "Aku yakin. Kalau dokter mata handal saja bilang ada harapan..."
"Kamu banyak berkorban untuknya, Calvinku. Aku kasihan padamu."
"Aku tidak keberatan berkorban untuknya. Cinta, menguatkan kita untuk berkorban."
Ribuan jarum jahat menusuk tajam. Seluruh tubuhnya terasa sakit. Dokter Tian tersadar Calvin tengah kesakitan. Calvin mengerang pelan, tak kuat menahan rasa sakit.
Bayangan menakutkan berkejaran di kepalanya. Pasien kanker stadium akhir, terbaring tanpa daya dengan bantuan peralatan medis. Bernafas dan makan pun harus dibantu dengan selang. Calvin takut, takut sekali hal itu terjadi pada dirinya.