Pertengkaran mereka membangunkan Abi Assegaf. Susah payah ia mengambil tongkatnya, keluar dari master suite, lalu turun tangga. Melihat Abi Assegaf turun sendiri, Adica dan Calvin berlari ke arahnya. Mereka adu cepat, seakan bersaing menunjukkan siapa yang paling berbakti.
Kaki Calvin lebih panjang, tubuhnya lebih tinggi dari Adica. Keuntungan menjadi atlet basket. Ia menang. Dipapahnya Abi Assegaf ke sofa. Adica minggir ke sudut ruangan, memaki-maki diri sendiri.
"Jangan tinggalkan Abi..." pinta Abi Assegaf dalam bisikan.
** Â Â
-Semesta Tuan Effendi-
Lampu mercusuar berpendar. Kerlap-kerlip lampu kapal barang menyemarakkan laut yang gelap. Gelombang meninggi. Butir-butir pasir menjerit tertimpa ombak.
Malam membubung. Pasang naik, bulan purnama membulat sempurna di langit. Suasana laut sedang buruk, seburuk suasana hati Tuan Effendi.
Galau milik siapa saja. Termasuk warga senior. Bukan milenials saja yang rentan terpapar virus galau tingkat akut. Demi menghalau galau, Tuan Effendi menyendiri di tepi laut.
"Aku temani, Pa."
Sebuah suara bass diikuti wangi Blue Seduction Antonio Banderas menyergap. Tanpa menoleh pun, Tuan Effendi pun tahu. Calvin telah berada di sisinya.
"My Dear Calvin, kapan kau akan mengambil keputusan? Waktunya tak banyak lagi. Kankermu terus bermetastasis. Papa juga harus kembali ke Aussie."