-Semesta Calvin-
Tangan Calvin diberkahi Allah, sama seperti Ia memberkahi tangan Juna Rorimpandey dan Edwin Lau. Bahan makanan apa pun yang diolahnya selalu lezat.Â
Tak ada telur yang terlalu keras, sup yang terlalu matang, potongan fillet yang terlalu besar untuk digigit, dan teh yang terlalu manis.
Namun, pagi ini bukan sup, telur, ataupun teh yang tergeletak di meja dapur. Calvin memasak menu yang lain. Pria yang bisa masak, dua kali lipat lebih seksi.
Sedikit orang yang tahu Calvin mahir memasak. Rerata hanya mengenal Calvin karena basket dan musik. Nyatanya, putra tunggal Tuan Effendi itu senang main di dapur.
Dipotong-potongnya wortel, tomat, dan sayuran lainnya dengan cekatan. Pisau digerakkan berulang hingga menghasilkan potongan yang pas. Menu yang dibuatnya pagi ini agak banyak: nasi hainam, sup conro, dan ayam woku.Â
Jangan tanya perbendaharaan masakannya. Calvin bisa memasak menu Barat, Indonesia, Oriental, dan Timur Tengah. Masakan Timur Tengah baru-baru ini dipelajarinya, sejak menjadi caregiver.
Ketika masakannya separuh selesai, bel pintu berdering. Pemuda penyuka film action itu berlari ke ruang depan. Benar apa yang ditunggunya.
Seorang kurir mengantarkan paket. Setelah menandatangani slip pengiriman, dua kotak kardus berukuran besar berpindah tangan. Tiga orang pelayan sigap membantu Calvin membawakan paket itu ke lantai atas. Calvin tersenyum puas, pelan menaiki anak tangga. Tak peduli lagi pada sakit di tulang-tulangnya.
"Ada paket untuk Abi..." kata Calvin setiba di master suite.
Abi Assegaf perlahan bangkit dari ranjangnya. Diterimanya paket itu penuh tanya. Calvin membukakan paket itu. Di dalamnya, nampak buku-buku tebal. Bukan buku biasa, tetapi buku berhuruf Braille.