Bergetar hati seisi studio mendengarnya. Kanker adalah anugerah, kata-kata yang membekas dalam di pikiran mereka. Banyak orang mengeluh atas penyakit yang dideritanya. Pemikiran untuk berdamai dengan penyakit dan memandangnya positif sangat langka.
"Saya kuat karena didampingi dua permata hati dan wanita berhati putih ini."
Tanpa diduga, Abi Assegaf memeluk dan mencium Arlita. Lalu ia beralih merengkuh Adica dan Syifa. Audience bertepuk tangan. Presenter menahan keharuan.
"Ah, aku tahu. Wanita berhati putih sepertimu akan mudah terharu melihat tontonan kesedihan seperti ini, Rose." Tuan Effendi berkataa sarkastik.
Calvin menatap tanpa kedip sosok semampai Adica yang kini berada dalam pelukan Abi Assegaf. Wajah tampannya memancarkan keikhlasan. Ikhlaskanlah, ikhlaskanlah yang dicintai menemukan jalan bahagianya sendiri.
"Aku tidak merasa sendiri. Aku kan punya Abi, Ummi, dan Adica." Syifa melempar senyum cantiknya. Rileks sekali saat tiba gilirannya diwawancara.
"Syifa, kamu kan putri kampus nih. Model, duta mahasiswa, mantan presenter cilik, bintang iklan, pokoknya berprestasi dan multitallent gitu ya. Pernah nggak, ada teman-teman kamu yang bully keluarga kamu trus kamu marah dan semacamnya?"
"Pernah. Nggak tahu kenapa, hasil PET scan Abi tersebar. Banyak yang menghina Abi. Aku jelas nggak suka dong. Aku buktiin ke mereka kalau Abiku masih tetap Abi yang hebat...saat sakit sekalipun."
"Wow. Kompak sekali ya, keluarga Assegaf."
Kompak? Tuan Effendi kembali menebarkan sinisme. Keluarga Assegaf memang kompak. Kompak merebut anak lain, kompak memisahkan anak dari ayah kandungnya.
"Abi Assegaf sudah kuanggap seperti ayahku sendiri." kata Adica tulus, tulus sekali.