Ditatap begitu oleh anak lelakinya, hati Abi Assegaf menghangat. Kehadiran Adica benar-benar melengkapi hidupnya. Istri yang cantik, kehidupan mewah, karier cemerlang, putri cantik, dan putra yang tampan. Apa lagi yang kurang?
"Yang kurang adalah...Papa tidak ikhlas melepaskan Adica. Memangnya Papa tidak lelah terus-menerus menumpuk dendam?" tanya Calvin sehalus mungkin.
Tidak, Arlita belum letih dalam usianya. Ia merasa lebih dari mampu merawat Abi Assegaf dan mencintai kedua anaknya. Wanita berhati putih itu tak mengenal kata lelah. Jangan samakan Arlita Maria Anastasia Assegaf dengan istri Nabi Ayyub yang meninggalkannya di kala sakit parah.
"Baik, tanpa terasa kita hampir tiba di penghujung acara. Terakhir buat Arlita. Ada motivasi buat sesama istri surviver kanker? Coba Arlita beri support untuk mereka..."
Begitu, selalu saja begitu. Akhir dari program talk show seperti ini adalah selipan motivasi. Arlita menatap wajah-wajah di sekelilingnya, lalu berujar lembut penuh kekuatan.
"Jangan menyerah, jangan menyalahkan keadaan, tetap cintai pasangan kalian seperti pertama kali kalian jatuh cinta padanya. Jika kalian bisa mencintai dirinya saat sehat, seharusnya kalian pun bisa mencintainya ketika ia sakit. Salah satu esensi mencintai adalah cinta di kala sehat dan sakit."
Motivasi luar biasa dari wanita berhati putih. Tepuk tangan bergemuruh. Tepuk tangan yang tulus, lahir dari hati.
Benar apa kata Abi Assegaf. Tak ada ruginya menerima undangan mengisi acara talk show inspiratif. Bukan menjual kesedihan, hanya memberi percikan inspirasi. Kehadiran mereka akan menolong banyak hati yang krisis.
Usai acara, Abi Assegaf memeluk Arlita untuk kali kedua. Ia berikan French kissnya tanpa ragu. Momen mesra ciuman Abi Assegaf untuk Arlita sempat terekam kamera.
Ciuman seorang suami yang sangat bangga pada istrinya. Ciuman pria lembut dan berwibawa untuk wanita berhati putih.
** Â Â Â