Laporan prakiraan cuaca dari Badan Meteorologi ternyata benar. Hujan deras, gelegar petir memecah langit, dan deru angin mengacaukan aktivitas. Para pejalan kaki berlarian di trotoar. Motor-motor menepi, tak berani melanjutkan perjalanan di tengah derasnya hujan. Sejumlah kendaraan roda empat melaju cepat. Tak peduli teriakan mereka yang terkena cipratan air.
Calvin menatap masygul pada dua ibu paruh baya di tepi jalan. Mereka terkena air cipratan mobilnya, lalu mengusap-usap baju yang basah. Dalam hati menggumamkan permintaan maaf. Ingin rasanya menghampiri mereka, tetapi sore ini ia sedang terburu-buru.
Demi membunuh rasa bersalah, dinyalakannya radio mobil. Tepat di frekuensi 97.6 FM. Sebuah suara barithon yang sangat familiar menyapa lembut.
"Pendengar, apa kabarnya hari ini? Mudah-mudahan Anda selalu dalam keadaan sehat. Saya, Zaki Assegaf, akan menemani Anda hingga jelang malam hari nanti."
Aliran darahnya bagai terisap. Ya, Allah, ayah keduanya itu nekat sekali bersiaran. Otomatis Calvin membesarkan volume radio. Ia memantau Abi Assegaf dari jauh.
"...Saat ini, cuaca di sekitar studio kami cukup mendung, pendengar. Hujannya...wow, begitu deras. Hati-hati bagi Anda yang berkendara atau beraktivitas di luar. Tetap jaga kesehatan dan jaga semangat pastinya."
Suara Abi Assegaf begitu lembut. Calvin tersenyum tipis. Bersyukur bila ayah keduanya masih bisa menghibur orang lain dengan siarannya. Tapi...
Tetiba suara Abi Assegaf melemah. Cengkeraman Calvin pada kemudi mobil bertambah erat. Abi Assegaf menghela nafas berat. Dapat didengarnya suami Arlita itu terbatuk.
"Ya, Allah, semoga Abi Assegaf baik-baik saja." Calvin lirih mendaraskan doa.
Semenit kemudian, terputar sebuah lagu. Musik mengalun lembut. Cerminan jiwa penyiar terlihat dari lagu-lagu yang diputarkan. Bila Abi Assegaf bersiaran, akan dihadirkan lagu-lagu ballada bertempo slow.