"Adica...Adica anakku. Abi takut kamu jatuh. Hati-hati, Nak."
Abi Assegaf menjajari langkah Adica. Memegang lembut tangannya. Membimbingnya turun tangga pelan-pelan. Cemas mengawasi langkah limbung anak lelakinya.
Dari pada menghadapi hinaan Jadd Hamid yang tak ada habis-habisnya, Abi Assegaf lebih memilih menemani Adica. Ia pastikan putra angkatnya baik-baik saja. Sejak keluar dari ruang rekaman, kondisi Adica sedikit menurun.
Di depan anaknya, ia harus kuat. Sedikit kekuatan baru mengalir ke tubuh Abi Assegaf. Bagaimana bisa dia menjaga Adica bila tubuhnya sendiri tak ada kekuatan?
Sedikit tanda tanya menyusup ke hati Adica. Mengapa Abi Assegaf ada di sini? Bukankah seharusnya dia menemani Jadd Hamid?
"Kamu lebih penting, Sayang." ujar Abi Assegaf lembut.
"Jadi...Jadd Hamid tidak penting?" Sengaja Adica mengetes Abinya. Memang tidak etis, tapi dia terlanjur penasaran.
Abi Assegaf menghela nafas berat. Sulit untuk memprioritaskan orang yang melukainya sejak kecil. Jadd Hamid meninggalkan trauma sangat dalam di hati anak semata wayangnya.
"Dimana Ummi?" tanya Adica mengalihkan pembicaraan, tak tega melanjutkan tes.
"Ummi di butik."
"Apa Jadd Hamid sendirian?"