Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Langit Seputih Mutiara] Balada Profesionalitas Siaran

5 Desember 2018   06:00 Diperbarui: 5 Desember 2018   05:56 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penyiar berwajah rupawan itu tak peduli jasnya basah. Sepatu New Ballance yang dipakainya kotor. Adica melampiaskan kesedihan dan kecemasannya dengan berbagi.

Wajah-wajah kotor berminyak itu penuh senyum menerima kotak makanan darinya. Tak sedikit dari mereka yang spontan mendoakan pemberinya begitu saja. Seraya berjalan dan berbagi, tak henti ia mendoakan Abi Assegaf. Semoga pintu langit meloloskan doanya langsung kepada Allah lewat jalan berbagi. Bukankah sedekah mempercepat terkabulnya doa? Jangan hanya meminta, tetapi juga memberi.

"Alhamdulillah. Jazakallah khairan kasiran...semoga sehat, selamat, banyak rezeki, lancar usahanya!" seru seorang kakek pemulung begitu menerima kotak makanan.

"Jangan doakan saya...tapi doakan ayah saya agar cepat sembuh." lirih Adica spontan.

Pemulung itu mengangguk. Malam ini, Adica bersedekah atas nama Abi Assegaf. Salah satu caranya memuliakan sang ayah.

SUV putih menepi. Sekali lihat saja, ia langsung mengenali mobil itu. Calvin bergegas turun dari mobil.

"Adica, kenapa kamu di sini? Bukannya masih siaran?" sapanya penuh perhatian.

"Sekarang jadwalnya siaran berjaringan," jawab Adica dingin.

"I see. Ayo, kuantar kamu ke studio. Sudah selesai berbagi, kan?"

Tawaran kakak kandungnya diabaikan. Ia terus saja berjalan. Tanpa menjawab. Melirik pun tidak.

Calvin menatap miris punggung adiknya. Blogger dan mantan model itu tertunduk sedih. Hujan jatuh berkali-kali, sama seperti hati Calvin yang disakiti berkali-kali oleh sang adik. Calvin bersedih, bersedih di bawah guyuran hujan.

**      

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun