Penyiar berwajah rupawan itu tak peduli jasnya basah. Sepatu New Ballance yang dipakainya kotor. Adica melampiaskan kesedihan dan kecemasannya dengan berbagi.
Wajah-wajah kotor berminyak itu penuh senyum menerima kotak makanan darinya. Tak sedikit dari mereka yang spontan mendoakan pemberinya begitu saja. Seraya berjalan dan berbagi, tak henti ia mendoakan Abi Assegaf. Semoga pintu langit meloloskan doanya langsung kepada Allah lewat jalan berbagi. Bukankah sedekah mempercepat terkabulnya doa? Jangan hanya meminta, tetapi juga memberi.
"Alhamdulillah. Jazakallah khairan kasiran...semoga sehat, selamat, banyak rezeki, lancar usahanya!" seru seorang kakek pemulung begitu menerima kotak makanan.
"Jangan doakan saya...tapi doakan ayah saya agar cepat sembuh." lirih Adica spontan.
Pemulung itu mengangguk. Malam ini, Adica bersedekah atas nama Abi Assegaf. Salah satu caranya memuliakan sang ayah.
SUV putih menepi. Sekali lihat saja, ia langsung mengenali mobil itu. Calvin bergegas turun dari mobil.
"Adica, kenapa kamu di sini? Bukannya masih siaran?" sapanya penuh perhatian.
"Sekarang jadwalnya siaran berjaringan," jawab Adica dingin.
"I see. Ayo, kuantar kamu ke studio. Sudah selesai berbagi, kan?"
Tawaran kakak kandungnya diabaikan. Ia terus saja berjalan. Tanpa menjawab. Melirik pun tidak.
Calvin menatap miris punggung adiknya. Blogger dan mantan model itu tertunduk sedih. Hujan jatuh berkali-kali, sama seperti hati Calvin yang disakiti berkali-kali oleh sang adik. Calvin bersedih, bersedih di bawah guyuran hujan.
** Â Â Â