Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Langit Seputih Mutiara] Balada Profesionalitas Siaran

5 Desember 2018   06:00 Diperbarui: 5 Desember 2018   05:56 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada jeda lama pemutaran shalawat Tarhim, azan Maghrib, dan beberapa lagu religi. Kembali ia terlarut dalam perasaannya sendiri.

Kini, mulai terasa tantangan berat menjadi penyiar. Yang terberat adalah mengatur pikiran. Ia bertanya-tanya. Bagaimana dengan Abi Assegaf yang telah melakukannya selama 19 tahun?

**     

Tangannya sedikit bergetar saat merapikan naskah-naskah di meja siaran. Setelah lagu ini...

"Pendengar dimana pun Anda berada, sesaat lagi kita akan menyimak Dinamika Informasi. Program warta berita siaran berjaringan nasional. Selamat mendengarkan."

Masih ada waktu setengah jam. Ia beranjak bangkit, lalu keluar studio. Sasmita mencegatnya di lorong.

"Adica, kau mau kemana?"

"Saya harus keluar sebentar."

Langkahnya semakin cepat. Tenanglah, Adica yang sekarang bukanlah yang dulu. Granulomatosis Wegener sudah ia kalahkan. Sistem motoriknya berfungsi normal. Tak ada lagi cerita susah berjalan, terjatuh, dan kemoterapi. No Anorexia, no kehilangan rambut.

Halaman studio licin bermandi hujan. Adica membuka pintu mobil. Ia mengeluarkan puluhan kotak makanan. Begitulah kebiasaannya hampir tiap hari: membawa makanan untuk dibagikan di tengah aktivitas pekerjaan. Dia terinspirasi Abi Assegaf yang tak pernah lupa berbagi makanan pada kaum akar rumput setiap hari.

Di bawah hujan, Adica berjalan menyusuri jalan. Ia bagi-bagikan makanan pada mereka yang memerlukan. Tak sulit menemukan orang miskin di sekitar studio. Megahnya gedung perkantoran di kanan-kiri jalan berbanding terbalik dengan lalu-lalang para pemulung, tunawisma, pengamen, dan anak jalanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun