Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Langit Seputih Mutiara] The Last Video Call

19 November 2018   06:00 Diperbarui: 19 November 2018   06:13 725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Deddy mendengarkan, terus mendengarkan. Dia senang Abi Assegaf mau terbuka padanya. Di sisi lain, sedih rasanya mendengar cerita berbalut penyesalan.

"...Aku sudah menyusahkan anak-anakku, Deddy." Abi Assegaf mengakhiri ceritanya, pilu.

Seorang penyiar belum tentu mampu menjadi problem solver. Empati mereka memang terlatih. Kepekaan untuk mendengar pun terasah. Namun, jangan salahkan bila Deddy tak lihai menenangkan hati sahabatnya.

"Ambil saja sisi positifnya." kata Deddy singkat.

Kedua alis Abi Assegaf terangkat. Apa hal positif yang bisa diambil?

"Begitulah cara Adica dan Syifa mencintaimu."

Satu kalimat. Ya, cukup satu kalimat saja. Namun, sudah cukup diresapi.

"Kamu beruntung, Assegaf. Kamu punya anak-anak baik, salih, sayang pada orang tua, pintar, cantik, dan tampan. Tak semua orang tua seberuntung itu. Milenials seusia mereka banyak yang sudah menipis kepeduliannya. Rerata sibuk dengan gadget dan dunianya sendiri. Tapi mereka tidak. Mereka sangat menyayangimu dan siap berbakti untukmu."

Abi Assegaf menangis. Hidungnya berdarah. Deddy yang sedang fokus menyetir tak melihatnya. Ia letakkan smartphonenya di kursi samping kursi pengemudi.

"Jangan terlalu banyak menangis dan bersedih. Nanti dadamu sakit lagi." Deddy mengingatkan.

Sejak awal, dadanya memang sudah sakit. Sakit yang menyesaki dada Abi Assegaf bertambah parah saat hadirnya kesedihan. Mau tak mau Deddy teringat mendiang istrinya. Istri Deddy akhirnya meninggal setelah berjuang melawan kanker paru-paru. Penyakit yang sama, yang kini diderita Abi Assegaf. Pernikahan beda agama itu tak membuahkan keturunan. Alhasil, Deddy kembali hidup sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun