Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Tulang Rusuk Malaikat, Butir-butir Pasir di Laut

23 Oktober 2018   06:00 Diperbarui: 23 Oktober 2018   06:02 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Halaman depannya normatif saja. Rumput sintetis terhampar, hijau dan menyamai rumput asli. Beberapa batang pohon dan pot-pot kecil berisi bunga berjajar rapi. Halaman belakangnya lebih fantastis. Sebuah kolam renang dengan airnya yang jernih menambah kesan mewah. Bagi mereka yang ingin bersantai di tepi kolam sambil mendengarkan debur-debur ombak dari kejauhan, spot ini cocok sekali.

"Selamat datang di rumah sederhana ini, anakku." kata Abi Assegaf rendah hati.

Rumah semewah ini dibilang sederhana? Adica dan Syifa tersenyum geli. Sejurus kemudian, Abi Assegaf menuntun mereka ke sebuah kamar di lantai dua. Kamar mewah yang bersebelahan dengan kamarnya.

"Kamu bisa beristirahat dengan nyaman di sini, anakku. Kamar Abi ada di sebelah. Abi lebih mudah menjagamu."

Pernah menjadi orang kaya sejak kecil membuat Adica tak heran lagi dengan fasilitas mewah. Ia sudah terbiasa. Rumah Abi Assegaf tak kalah mewahnya dengan kediaman Michael Wirawan.

"Kamarku ada di lantai atas." Syifa berkata lembut.

"Tapi maaf ya, mungkin aku tak bisa tiap hari menginap di rumah Abi. Aku kan masih punya Ummi."

Mendengar kata Ummi, Abi Assegaf sedikit tertunduk. Teringat usahanya yang gagal membujuk Arlita untuk rujuk kembali.

"Jangan khawatir, Adica. Aku usahakan tiap hari datang ke sini..." Syifa menenangkan.

Detik itu juga, Adica percaya. Dirinya takkan kesepian lagi mulai sekarang. Ada orang-orang yang tulus padanya. Mereka terpercaya dan teruji.

Derap langkah kaki terdengar di anak tangga. Enam asisten rumah tangga membungkuk hormat di depan Abi Assegaf, Adica, dan Syifa. Sesaat Adica merasa tak enak. Sudah lama dia tak menerima perlakuan seperti ini dari pelayan-pelayan rumah. Terakhir kali ia diperlakukan layaknya tuan muda sebelum kecelakaan maut itu terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun