Terus terang saja, perawat junior itu terpesona pada Calvin. Selain Adica, Calvinlah pasien paling tampan di rumah sakit ini. Sering ditugaskan di berbagai bangsal membuatnya mampu menilai.
"Biar saya saja, Suster. Saya tak mau anak saya disentuh tangan orang asing." Tuan Effendi mengambil alih. Kambuh lagi penyakit over protektifnya. Sejak Calvin sakit, Tuan Effendi makin protektif.
Dengan lembut dan hati-hati, Tuan Effendi menyeka tubuh Calvin. Perawat junior itu mundur. Sepertinya ia tak boleh berharap terlalu tinggi. Banyak orang cantik dan tampan yang memperhatikan pasien berwajah malaikat ini.
Tanpa banyak berharap akan diizinkan, Adica meminta waktu sebentar pada Abi Assegaf. Ia ingin ke ruangan Calvin sebelum pulang. Di luar dugaan, Abi Assegaf mengizinkan. Asalkan ia memakai kursi roda. Adica menurut. Diambilnya biola, lalu beranjak ke ruangan sebelah.
"Adica, aku ikut. Aku juga ingin ketemu Calvin." Syifa merajuk manja, berlari menyusul ke pintu.
Pintu ruangan sebelah setengah terbuka. Pemandangan pertama yang tertangkap matanya adalah raut wajah hopeless suster junior. Lalu pandangannya beralih fokus ke arah siluet Calvin. Ruang pemahaman terbuka. Instingnya sebagai broadcaster yang out-of-the-box mulai bekerja. Adica bermain biola. Ia bawakan sebuah lagu. Mengenali lagunya, Syifa tertawa lalu ikut bernyanyi.
Ikatkan padaku
Tali benang terpanjang
Agar ku bisa kauterbangkan
Sejauh yang kaumau