Mendengar perkataan Syifa, senyuman Calvin memudar. Pemuda berkacamata itu terpaksa mengubur mimpinya untuk meneruskan karier sebagai peragawan.Â
Berjalan biasa saja ia sering jatuh, bagaimana mau membuat gerakan memutar di runway? Semuanya berubah sejak leukemia menyerang.
"Sudahlah...kalau rezekimu di modeling, itu takkan kemana. Kamu kan bisa modeling lagi saat sudah sembuh nanti." hibur Revan.
Calvin tertunduk dalam. Pertanyaannya, apakah dia bisa sembuh? Tak ingin terlalu lama larut dalam kesedihan, Calvin mengeluarkan iPadnya. Ia buka laman blog miliknya, ia tuliskan artikel di dashboard. Selesai, lalu posting.
Bila Calvin menyibukkan diri dengan blognya, Revan dan Silvi asyik dengan kamera mirrorless. Adica melempar pandang rindu ke arah kamera di tangan mereka berdua.Â
Sudah lama ia tak hunting foto lagi. Kameranya ada di rumah keluarga Wirawan. Satu-satunya benda pemberian Michael Wirawan yang masih ia miliki hanyalah biola.
"Adica anakku, kamu rindu kameramu ya? Nanti Abi belikan..." ujar Abi Assegaf halus.
"Tidak usah, Abi. Aku..."
"Terima saja. Abi kan sayang banget sama kamu." sela Syifa.
Mobil hitam itu melaju menaiki bukit. Udara bertambah sejuk. Barisan pepohonan berjajar di kanan-kiri.Â
Silvi mencuri momen, memotreti pemandangan indah itu. Revan berbaik hati meminjamkan kameranya pada Adica, membiarkan pemuda itu mengambil gambar demi gambar.