"Hmmm, iya juga ya. Masih banyak yang sayang sama Angel."
Terlarut dalam kebersamaan membuat mereka tak sadar. Empat pasang kaki mengikuti mereka sejak tadi. Sepasang kaki jenjang Calisa, diikuti sepasang kaki bersepatu Berluti Rapieces Reprises milik Revan. Di belakang mereka, sepasang kaki mungil Silvi bergerak dalam jarak aman. Paling belakang, sepasang kaki ramping terbungkus Louis Vuiton Men Shoes milik Adica, melangkah tergesa. Keempat orang yang bergerak mirip mata-mata itu menampilkan ekspresi serupa: sedih.
"Papa-Vin, ada Tante cantik sama Om-Om ganteng liatin kita." Tetiba Angel menunjuk ke satu titik, rupanya dia tersadar.
Tak sempat menanggapi, Calvin kembali merasakan sakit. Rasa sakit menjalari punggungnya. Membuatnya terbungkuk menahan kesakitan. Ribuan jarum jahat serasa menusuk tajam.
"Ya, Allah, jangan sekarang..." rintih Calvin lirih, sangat lirih.
Darah segar mengalir dari hidung Calvin. Melihat itu, Angel berteriak. Menutupi wajah dengan shock. Anak cantik itu tak kuat melihat darah.
"Calvin!"
Silvi, Calisa, Revan, dan Adica berseru bersamaan. Spontan keempatnya berlari mendekati Calvin dan Angel. Tak peduli lagi dengan penyamaran mereka.
Sakit ini, datang di saat kurang tepat. Rasa sakit seperti malaikat maut yang datang sembunyi-sembunyi. Kesakitan bisa saja datang di waktu yang salah. Namun, pertolongan pun hadir tepat pada waktunya.
Pandangan mata Calvin memburam. Tidak kuat lagi menahan rasa sakit, Calvin jatuh pingsan. Tepat ketika Silvi dan Calisa berusaha memeluknya. Calvin terjatuh, terjatuh di pelukan dua wanita.
** Â Â