"Papa-Vin..."
Sepasang tangan kecil menyentuh punggungnya lembut. Memberi kekuatan, membangunkannya dari rasa sakit.
Anak cantik itu menguatkannya. Tangan kecilnya yang lemah, yang ukurannya tidak normal, justru menghadirkan kekuatan tersendiri untuk Calvin. Karena anak ini, Calvin mampu bertahan hingga sembilan tahun berikutnya.
Relativitas waktu melaju. Sembilan tahun berlalu. Hidup terus berjalan, itulah keniscayaan yang tak pernah membeku.
Perlahan, Calvin membuka mata. Tersadar dimana posisinya. Bagaimana bisa ia jatuh tak sadarkan diri begitu lama saat sedang bersujud pada Allah? Sebuah kelalaian karena kesakitan.
"Angel Sayang..." lirih Calvin, membelai lembut kepala malaikat mungilnya.
"Papa-Vin kok tiduran di karpet? Dingin, kan...shalat Subuhnya lama banget, malah ketiduran." tanya Angel dengan wajah innocentnya.
"Nggak apa-apa, Sayang. Papa-Vin kecapekan aja. Kan kemarin-kemarin banyak kerjaan."
Mengabaikan tusukan rasa sakit di perut dan punggungnya, Calvin berdiri. Beranjak ke tempat tidur. Satu tangannya menuntun Angel dengan lembut.
"Angel takut, Papa-Vin..." desis Angel, mengerjapkan mata birunya.
"Nggak perlu takut, Sayang. Papa-Vin baik-baik aja."