Jantung Calisa nyaris berhenti berdetak. Pertanda buruk. Revan berkata ramah.
"Saya mau beli dua loyang red velvet, lima potong pai apel, dan satu loyang egless chocolate cake."
Diiringi anggukan singkat, Calisa mengambilkan kue-kue pesanan Revan. Tangannya gemetar hebat saat mengemas kue ke dalam kotak.
"Cake shopmu bagus. Pasti akan semakin sukses." Revan memuji, tulus.
"Thanks. Ini pesanannya." Calisa mengulurkan paper bag berlogo Lissa Bakery and Cake Shop.
Sesaat keduanya berpandangan. Revan tak beranjak dari depan meja. Ia justru sibuk memandangi Calisa. Entah menaksir kecantikannya, menjustifikasi, atau apa.
"Saya harap, itu kali terakhirmu video call dengan Calvin."
Berani sekali. Baru beberapa menit berkenalan, langsung mengatur urusan orang lain.
"Apa hakmu melarangku?" sergah Calisa.
"Saya membaca ketakutanmu, Calisa. Kau berhadapan dengan dosen yang terbiasa membaca pikiran mahasiswanya. Jangan kira saya tak tahu kau ini siapa."
Di luar kesadaran, kakinya melangkah mundur. Mundur perlahan, hingga terhalang tembok. Revan tersenyum penuh arti.