"Iklanmu itu cerdas, Silvi. Takkan ada yang mengira maksudnya seperti itu." pujinya.
"Thanks, tapi aku tak percaya pujian." tandas Silvi ketus.
"Ah, kau belum berubah rupanya. Btw, gimana kabar Thalita, Carol, dan Stevent?"
Ditemani strawberry milkshake, mereka terus berbincang hangat. Seperti teman lama. Sebenarnya, mereka punya maksud lain. Keduanya terikat motif yang sama.
"So, apa yang kauinginkan?" tanya Silvi serius.
Adica mengangkat alis. "Seharusnya aku yang bertanya begitu pada pengiklan."
"Sudah jelas kan? Calvin itu mandul dan tak berguna. Aku bisa balas dendam sambil mendapatkan apa yang kumau."
"Jujur ya, aku kagum padamu. Di saat banyak orang membuang anak, kau malah menginginkannya. Sampai menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya."
"Kuharap itu bukan pujian."
Mereka pun mulai terlibat pembicaraan serius. Semuanya dilakukan ekstra hati-hati. Mengingat perkara semacam ini dilarang di Indonesia.
"So, bagaimana aku harus membayarmu? Kau ingin apa? Mobil? iPhone? Traveling ke luar negeri?"