Kalimatnya menggantung. Calvin terbatuk. Kecemasan memuncak di hati Calisa.
"Apa kata dokter?"
"Cairan di paru-paru. Efek terlambat hemodialisa."
Kekhawatiran terukir dalam. Resah, Calisa menggenggam smartphonenya. Calvin dapat membaca pikiran wanita keduanya.
Ia berdeham, lalu berkata. "Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Calisa."
"Tetap saja aku khawatir. Aku..."
"Permisi."
Kehadiran pria setinggi 180 senti berjas biru dengan rambut pirang mengagetkan Calisa. Dengan kecepatan mengherankan, Calvin mengakhiri sesi video call. Ia tahu tanda bahaya.
"Oh iya, silakan. Maaf..."
Calisa berdiri tegak, kembali ke sikap profesionalnya. Tanpa diminta, si pria mengulurkan tangan.
"Saya Revan, kakak iparnya Calvin."