Pulang lebih awal hanyalah kejutan awal. Surprise berikutnya lebih manis. Semanis coklat yang dibawakan Calvin untuk istrinya.
Silvi menerima dua benda kesukaannya dengan wajah datar. Dalam hati, ia paham. Kotak coklat yang terbungkus rapi dalam paper bag itu tidaklah murah. Begitu juga white lily. Satu white lily hand buquet harganya menyentuh angka empat ratus ribu. Hampir satu juta Calvin keluarkan untuk mencoba menyenangkan hati Silvi. Mungkin terdengar over price bagi kebanyakan orang. Tapi percayalah, Calvin lebih dari sekedar mampu untuk melakukannya tiap hari. Ia berikan semua itu dengan tulus tanpa tendensi. Sekalipun reaksinya seperti...
"Aku tidak pernah mengharapkanmu pulang cepat dan memberi benda-benda ini!" geram Silvi. Membuka kotak coklat, menumpahkan isinya ke lantai. Melempar buket bunga hingga menghantam dinding.
Demi Allah, senyuman tulus itu masih menghias wajah Calvin. Ia tetap tersenyum sabar.
"Say love with flower," ujar Calvin, berjalan memutari Silvi dan mengambil buket bunga.
"Kandungan flavoid dalam coklat bisa meningkatkan mood."
Ia membungkuk, memunguti coklat yang tertumpah. Silvi memandangnya jijik.
"Menjijikkan! Makanan jatuh ke lantai, kauambil lagi!" kecamnya.
"Apa tidak boleh?" Calvin membalas, tetap lembut.
Kedua tangan Silvi terkepal di samping tubuhnya. Menatap Calvin nanar, ia salurkan kebencian mendalam. Maskara pun tak mampu menyembunyikan pancaran benci dan kecewa.
Calvin melirik Silvi lewat manik mata. Dingin, selalu dingin. Tak pernah berubah setiap hari. Kapankah kebekuan akan mencair?