Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Selingkuh Hati Malaikat Tampan] Tanpa Bahasa

11 September 2018   06:00 Diperbarui: 11 September 2018   07:31 617
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pulang lebih awal hanyalah kejutan awal. Surprise berikutnya lebih manis. Semanis coklat yang dibawakan Calvin untuk istrinya.

Silvi menerima dua benda kesukaannya dengan wajah datar. Dalam hati, ia paham. Kotak coklat yang terbungkus rapi dalam paper bag itu tidaklah murah. Begitu juga white lily. Satu white lily hand buquet harganya menyentuh angka empat ratus ribu. Hampir satu juta Calvin keluarkan untuk mencoba menyenangkan hati Silvi. Mungkin terdengar over price bagi kebanyakan orang. Tapi percayalah, Calvin lebih dari sekedar mampu untuk melakukannya tiap hari. Ia berikan semua itu dengan tulus tanpa tendensi. Sekalipun reaksinya seperti...

"Aku tidak pernah mengharapkanmu pulang cepat dan memberi benda-benda ini!" geram Silvi. Membuka kotak coklat, menumpahkan isinya ke lantai. Melempar buket bunga hingga menghantam dinding.

Demi Allah, senyuman tulus itu masih menghias wajah Calvin. Ia tetap tersenyum sabar.

"Say love with flower," ujar Calvin, berjalan memutari Silvi dan mengambil buket bunga.

"Kandungan flavoid dalam coklat bisa meningkatkan mood."

Ia membungkuk, memunguti coklat yang tertumpah. Silvi memandangnya jijik.

"Menjijikkan! Makanan jatuh ke lantai, kauambil lagi!" kecamnya.

"Apa tidak boleh?" Calvin membalas, tetap lembut.

Kedua tangan Silvi terkepal di samping tubuhnya. Menatap Calvin nanar, ia salurkan kebencian mendalam. Maskara pun tak mampu menyembunyikan pancaran benci dan kecewa.

Calvin melirik Silvi lewat manik mata. Dingin, selalu dingin. Tak pernah berubah setiap hari. Kapankah kebekuan akan mencair?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun