"Angel anak seorang pastor."
Pada kalimat pertama saja, Calvin tertegun. Difokuskannya pandang pada Rossie. Memberi perhatian penuh untuk ceritanya.
"Ayahnya tak mau lepas jubah. Sekarang Angel tinggal dengan ibunya. Tapi...ibu Angel tak pernah menyayanginya. Perempuan itu melampiaskan kesedihan dan kekecewaan cinta dengan sibuk mengejar karier. So, Angel lebih banyak ditinggal dengan pengasuhnya. Angel bukan anak yang diinginkan. You know what I mean."
Calvin mengangguk. Entah mengapa, hatinya terasa perih. Kurang dari satu jam ia mengenal Angel. Namun perih dan empati menyergap hatinya.
"Calvin, thanks ya kamu mau bantu aku. Bahkan mau antar Angel ke kapel." Rossie berterima kasih.
"You're wellcome. Kalau perlu bantuan, katakan saja. Aku akan bantu sebisaku."
Rossie tergugu. Pikirannya kembali tertuju pada Revan. Revan, mengapa tak seperti Calvin yang pemaaf, berpikiran terbuka, dan selalu ada?
"Kamu kenapa? Bertengkar dengan Revan?" tebak Calvin.
Tak ada jawaban. Hanya lengan putih Rossie yang melingkari leher Calvin. Perlahan Calvin membalas pelukan Rossie. Tak sengaja, tersentuh oleh Rossie sebentuk kalung tasbih. Calvin sudah lama memakai kalung itu.
"Andai saja Revan seperti kamu...andai Revan mau sedikit saja, belajar darimu." isak Rossie.
"Kenapa memangnya?" tanya Calvin lembut.