"Kamu kenapa belum pulang, Sayang?"
Bukannya menjawab, tangis Angel bertambah keras. Ia mendekap Rossie erat. Ekspresi ketakutan dan kesedihan mendominasi wajahnya. Rossie membalas pelukan Angel, lembut membelai rambutnya.
"Kenapa Angel belum pulang?" ulang Rossie halus.
"Nggak ada yang jemput Angel. Mama sibuk, Bibi lagi cuti. Angel nggak bisa pulang sendiri...Angel sedih."
Bola mata gadis kecil nan cantik itu berawan. Awan-awan itu memecah menjadi hujan. Kristal bening berhamburan dari pelupuk matanya.
Rossie tak tahan melihat anak kecil menangis. Ingin rasanya ikut menangis, namun wanita jelita keturunan Sunda-Jerman itu masih menjaga wibawanya sebagai guru. Lembut ia berkata,
"Jangan sedih lagi ya. Sekarang Ibu antar kamu pulang."
"Angel nggak mau pulang. Angel mau ke kapel dulu." sela anak itu cepat.
Mendengar itu, Rossie terenyak. Antara terkejut dan tersentuh. Anak sekecil Angel sudah punya semangat beribadah dan berdoa. Harus ada dukungan dari orang dewasa. Rossie berjanji akan mendukungnya, meski berbeda keyakinan.
"Iya, Sayang. Kita ke kapel dulu ya, sebelum pulang."
Detik itulah Rossie teringat jika ia tak membawa mobil. Tadi pagi ia berangkat ke sekolah naik taksi. Mobilnya dipinjam Bunda. Sementara jarak kapel cukup jauh dari sini.