Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Melodi Silvi 2] Saya Muslim Kulit Putih, Maukah Memeluk Saya?

17 Juli 2018   05:42 Diperbarui: 17 Juli 2018   06:25 990
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Suara lembut Bilal menyerukan ibadah menyejukkan hatinya. Pelan-pelan ia bangkit, tertatih mengambil wudhu. Shower menyala. Air hangat mengalir lembut.

Lantai putih di bawah kakinya berputar. Rasa sakit mengganas. Bahkan sulit hanya untuk menarik nafas. Seperti bersusah payah mengambil oksigen dari kedalaman air.

Air? Air apa ini yang mengalir di mulut dan hidungnya? Detik berikutnya, Calvin muntah. Darah segar berceceran di lantai.

"Astaga, Tuan!"

Suara-suara bernada panik terdengar. Telepon diangkat dengan terburu-buru. Menit demi menit mendebarkan lewat. Sesaat kemudian terdengar deru mesin mobil, bantingan pintu, dan langkah sepatu menaiki tangga.

**      

Albert datang paling dulu. Memang tak ada sesuatu yang terjadi karena kebetulan, seperti kata Harun Yahya. Ketika panggilan penting itu mendarat di telepon pintarnya, Albert sedang berada di dekat rumah Calvin. Ia baru saja silaturahmi dengan koleganya yang akan berangkat Haji. Dokter Onkologi setengah bule itu mengangkat tubuh Calvin. Membaringkannya, menyelimutinya, dan bergumam marah.

"Reno...you start to play this game. Kau akan membayar rasa sakit sahabatku."

Dalam kondisi setengah sadar, Calvin masih bisa mendengar ucapan itu. Diremasnya tangan kanan Albert yang tengah memegang stetoskop.

"Jangan, Al. Jangan gegabah membalasnya."

Derap langkah berlari mengalihkan atensi. Anton dan Revan berlari masuk. Keduanya terengah, terlihat cemas luar biasa. Lipatan jas Anton nampak tak rapi lagi. Rambut pirang Revan berantakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun