Perlahan-lahan, senyuman Silvi merekah. Senyum tulus pertanda bahagia. Calvin menghentikan sejenak mobilnya di tepi jalan, lalu mencium pipi Silvi.
"Good. I love it." bisiknya.
Hati Silvi meleleh.
Setengah perjalanan, mereka mengunjungi restoran favorit mereka. Memilih meja nomor sebelas. Memagut kenangan yang terukir di sana. Sebuah restoran kelas menengah ke atas bergaya vintage. View yang indah di sekelilingnya memanjakan penglihatan. Mereka rindu pada suasana seperti ini. Rasanya sudah lama sekali mereka tak datang ke sini.
"Kamu mau pesan apa? Sini kubacakan menunya," Calvin menanyai Silvi seraya meraih buku menu. Membacakan menunya untuk Silvi.
Tidak ada yang berubah, sungguh tidak ada. Perlakuan Calvin sama baik dan lembutnya seperti sebelumnya. Tak jauh berbeda dengan keluarga intinya. Sangat mengerti tentang Silvi. Tak keberatan membacakan daftar menu yang panjang itu, sampai akhirnya memilih mana yang disukainya.
Menikmati kelezatan masakan di restoran ini, ditemani bunyi gemericik air mancur dari halamannya, dan merasakan suasana romantisnya. Sungguh sempurna. Memiliki suami super tampan yang saleh, charming, dan pengertian adalah anugerah tak ternilai. Silvi sangat mensyukurinya. Dirinya hanyalah wanita kesepian dan tak sempurna, lalu Allah memberinya pendamping hidup yang tampan luar-dalam. Tidakkah dunia itu adil?
Ketika Silvi tak sengaja memecahkan gelas, Calvin tak marah. Walau tatapan mata para pengunjung resto menghujam penuh rasa kesal dan terganggu, Calvin justru menunjukkan bahwa ia sama sekali tidak marah pada istri cantiknya. Tidak pula merasa malu.
Dengan sabar, Calvin memotongkan makanan di piring Silvi. Mengaduk Italian Chocolate untuknya. Tak henti Silvi melirik Calvin. Hati terasa diselimuti ketenangan. Tenang rasanya berada di dekat orang yang dicintai.
** Â Â Â
Kombinasi putihnya pasir dan birunya laut membuat pantai ini begitu indah. Hamparan pasir putih begitu lembut. Ombak mendesis lembut menyentuh bibir pantai. Langit di atas sana menyajikan gradasi merah keemasan yang memikat.