Sungguh anak lelaki yang tampan. Kulitnya putih, matanya sipit, bibir merah yang merekah sempurna, dipadu dengan hidung mancung dan dagu lancip. Wajah Chinessenya begitu memikat. Perfect, batin Silvi kagum.
Wajah si anak lelaki nampak begitu dingin. Tak nampak segaris pun senyum di sana. Silvi menatapnya tanpa kedip. Detik-detik berlalu lambat. Mata biru Silvi terfokus ke wajah kakak barunya sampai-sampai tak menyadari beberapa pertanyaan lembut yang diajukan Nyonya Roselina.
"Silvi...Silvi Sayang." Nyonya Roselina memanggil lembut namanya.
Tergeragap, akhirnya Silvi tersadar. Sejak tadi dia terlalu fokus memandangi Calvin.
"Iya Ma..." jawabnya.
"Kenalan dong sama kakak barumu."
Silvi menurut. Sejurus kemudian dilangkahkannya kaki mendekati Calvin. Diulurkannya tangan, mencoba menyalami kakak barunya.
"Hai...namaku Silvi." kata Silvi ramah.
Tak ada respon. Wajah Calvin tetap dingin dan beku. Silvi mulai kalut, tak menyangka kakak barunya sedingin ini.
Sedetik. Dua detik. Tiga detik. Di luar dugaan, Calvin menyambut uluran tangan Silvi. Hati gadis cantik itu berangsur lega. Setidaknya ada respon.
"Kamu Calvin, kan? Naik ke atas yuk. Aku tunjukkan kamarmu." Silvi berkata lagi, tetap ramah.