Menggigiti bagian dalam pipinya, Silvi merasa tak pantas berbahagia di tengah suasana duka. Munafik namanya bila ia tak dapat mengakui sepercik bahagia itu. Ya, ia bahagia. Bahagia lantaran mulai hari ini ia akan punya kakak baru. Punya saudara baru yang akan menemani hari-harinya.
"Yes yes yes...aku punya kakak baru! Aku punya kakak baru! Jadi, aku nggak akan kesepian lagi! Yes yes yes!"
Si cantik Silvi melompat-lompat kegirangan dan berlari kecil mengitari kamarnya. Menyentakkan lengannya ke atas, merayakan bahagianya. Demi menyambut kakak barunya, Silvi rela bolos sekolah. Hari ini, dirinya, waktunya, dan perhatiannya, milik kakak barunya.
Berawal dari kejadian seminggu lalu. Mama-Papa Silvi, Tuan Effendi dan Nyonya Roselina, memutuskan mengadopsi anak sahabat mereka. Sahabat kedua orang tuanya itu telah meninggal dalam kecelakaan pesawat bersama istrinya. Kini, anak tunggal yang ditinggalkan hidup sebatang kara. Terpaksa yatim-piatu di usia yang masih belia. Lalu, Tuan Effendi dan Nyonya Roselina berinisiatif mengangkatnya sebagai anak.
Keputusan bagus. Menyelamatkan anak malang itu dari status sebagai anak yatim-piatu. Sekaligus memberikan saudara baru untuk mengusir kesepian Silvi. Sudah lama Silvi ingin punya saudara agar bisa menemaninya. Saat ini, keinginannya terkabul juga.
Puas melompat dan berlari-lari, Silvi melangkah ke depan cermin. Mengenakan dress terbaiknya. Menyisir rambutnya. Tersenyum senang. Kabarnya, saudara barunya itu sangat tampan. Silvi juga harus cantik.
Ketukan halus di pintu kamar memecah konsentrasinya. Buru-buru ia beranjak membukakan pintu. Melihat Nyonya Roselina berdiri di depan pintu, sudah berpaakaian rapi.
"Ayo turun, Sayang. Calvin sudah datang." ajaknya.
Calvin? Oh ya, itu nama calon kakak barunya. Tersenyum lebar, Silvi berjalan mengikuti langkah Mamanya.
Menuruni sattu per satu anak tangga, hati Silvi berdebar. Setampan apakah Calvin itu? Apakah ia baik? Apakah ia kakak yang menyenangkan untuk diajak jalan-jalan dan menghabiskan waktu bersama? Apakah Calvin bisa menyanyi? Bisakah Calvin bermain piano? Benak Silvi mulai menerbitkan bermacam persepsi. Angannya melambungkan harapan. Orang tuanya pastilah memilihkan kakak yang terbaik.
Silvi dan Nyonya Roselina tiba di ruang depan. Ya Allah, siapa itu? Siapa anak laki-laki yang duduk di sofa dekat pintu itu? Jantung Silvi serasa akan melompat keluar dari tulang rusuknya.