Mohon tunggu...
Latifah Maurinta
Latifah Maurinta Mohon Tunggu... Novelis - Penulis Novel

Nominee best fiction Kompasiana Awards 2019. 9 September 1997. Novel, modeling, music, medical, and psychology. Penyuka green tea dan white lily. Contact: l.maurinta.wigati@gmail.com Twitter: @Maurinta

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Selamat Ulang Tahun, Cinta

17 Desember 2017   05:49 Diperbarui: 17 Desember 2017   08:49 1242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Calvin memainkan pianonya dengan kalut. Jika Silvi terluka, ia jauh lebih hancur lagi. Perpisahan ini merobek hatinya. Meninggalkan luka besar di jiwanya. Luka yang jauh lebih besar dibanding vonis dokter beberapa bulan lalu.

Bermain piano tak cukup melampiaskan gundah. Pria tampan itu beranjak bangkit. Membuka laci, lalu mengeluarkan tumpukan amplop berlogo rumah sakit. Menatap nanar lembar-lembar hasil medical check up. Tanpa pikir panjang, merobeknya. Membuang robekan-robekan kertas laknat itu ke tempat sampah.

Pedihnya akan pergi bersamaan dengan hilangnya hasil check up itu. Nyatanya tidak. Calvin justru kian terpuruk dalam kesedihan. Mengapa takdir hidupnya harus sepahit ini?

Sejak kecil, dirinya dibully dan dipanggil dengan sebutan aneh-aneh. Calvin dan Mamanya tinggal di sebuah villa mewah. Jauh dari metropolitan, aman dari sorotan blitz kamera dan santapan mangsa empuk insan media. Di tempat seperti itulah para pejabat dan pengusaha kaya menempatkan istri simpanan mereka.

Namun, tetap saja Calvin tertekan. Warga sekitar villa sudah mendeteksi gelagat tak beres. Mereka pun menjaga jarak. Menebarkan bisik-bisik negatif ke telinga anak-anak mereka. Praktis Calvin tak punya teman. Tak ada yang mau bermain dan berteman dengannya.

Masa kecil dan remajanya penuh pergolakan hati dan kepedihan. Sampai akhirnya Calvin keluar dari villa dan hidup terpisah dari Mamanya. Ia kecewa pada sang Mama yang enggan melepas suami terlarangnya hanya karena mendamba kemewahan. Dengan kekuatan hati, Calvin meninggalkan semua kemewahan itu. Pergi selamanya dari villa penuh derita cinta.

Selangkah demi selangkah, Calvin menata hidupnya. Sampai akhirnya meraih sukses atas karier dan asmara. Namun bahagianya tak berlangsung lama. Baru saja merasakan manisnya kebahagiaan, sebuah penyakit merampas harapannya. Sebuah vonis menyakitkan akibat dampak buruk dari penyakit itu menggerogoti jiwanya dengan kesedihan yang jauh lebih parah.

Kini, sempurnalah kekelaman hidupnya. Cintanya telah pergi. Ia terpaksa terpisah dengan Silvi.

Membuang hasil medical check up rupanya tak cukup. Ia mengumpulkan foto, lukisan, baju, pembatas buku, kotak musik, arloji, dan benda-benda kenangannya dengan Silvi. Semuanya harus segera dimusnahkan. Membakarnya adalah jalan tercepat.

Belum sempat niat terlaksana, ribuan jarum jahat serasa menusuk pinggang dan perut bagian bawahnya. Pastilah organ di baliknya bermasalah lagi. Percuma saja Hemodialisa dan obat-obatan yang ditelannya. Calvin membungkuk, seolah akan muntah. Dan...sedetik kemudian ia benar-benar muntah. Darah segar menodai karpet. Beberapa tetesnya menjatuhi foto Silvi. Foto Silvi ternoda darah.

Noda darah itu seakan mewakili kesedihan. Kesedihan yang berpadu dengan kepedihan. Apa yang menyenangkan dari hidupnya? Tidak ada. Semuanya telah hancur. Apa yang indah dari hidupnya? Tidak ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun