Sesaat tadi, wanita berumur yang masih jelita itu berteriak. Tak rela putranya ditinggalkan mantan istrinya. Menangis, menyesali takdir yang menimpa Calvin.
Dengan sabar, Calvin mencoba memberi pengertian pada Nyonya Lola. Lembut sekali ketika ia meyakinkan Mamanya bahwa ini semua adalah takdir. Mungkin dirinya memang tak diizinkan menikah. Mungkin tidak seharusnya ia menikahi Silvi. Calvin sendiri sudah ikhlas. Mulai bisa menerima kenyataan.
"Kamu masih punya harapan, Sayang. Kamu masih punya harapan..." bisik Nyonya Lola.
"Iya, Ma. Harapan itu masih ada." Calvin bergumam mengiyakan, lembut menghapus air mata Nyonya Lola.
Benar, ini takdirnya. Takdir untuk hidup sendiri tanpa menikah dan tanpa anak. Kariernya boleh saja sukses, namun cintanya tidak. Calvin harus rela menjalani sisa hidupnya dalam kesepian. Setelah perpisahan dengan Silvi, tak mau ia menikah lagi. Jangan sampai ada wanita lain yang tersakiti.
Bayangan wajah Silvi terlintas di benaknya. Masihkah Silvi memendam kecewa padanya? Mungkin dia sudah berbuat banyak kesalahan, entah sengaja atau tidak. Silvilah yang tahu. Sebab dia yang merasakan kecewa dan sakitnya. Bila Silvi sudah terlanjur kecewa dan keputusan finalnya addalah berpisah, Calvin tak bisa berbuat apa-apa. Kecewakah Silvi karena perhatiannya yang masih kurang? Ataukah Silvi memendam kecewa karena perbuatan dan perkataannya? Misteri, sungguh hanya Silvi sendiri yang mengetahuinya. Apakah Silvi mengharapkan Calvin Wan sesempurna Revan Tendean?
** Â Â Â
Paris van Java, 16 Desember 2017
Tulisan cantik di atas serpih-serpih kekecewaan. Kecewa yang masih ditahan dengan rasa.
** Â Â Â
https://www.youtube.com/watch?v=a0sVBoYGBE4