Melangkah keluar dari lorong garbarata, Calvin mengaktifkan kembali smartphonenya. Langsung saja puluhan notifikasi masuk. Chat grup, japri, dan e-mail. Calvin membalas semuanya dengan sabar.
Supir pribadi menyambutnya di pelataran bandara. Tersenyum sopan, lalu mengambil koper kecil dari tangan tuan mudanya. Alphard silver itu telah menanti.
"Tuan Muda, mau langsung ke rumah Tuan Besar atau ke villa dulu?" tanya sang supir seraya menyalakan mesin mobil.
"Langsung ke rumah Papa. Saya sudah rindu Papa, Mama, dan adik-adik saya." jawab Calvin ramah. Meski status sosialnya lebih tinggi, Calvin tetap ramah pada orang yang status sosialnya lebih rendah. Ramah, sopan, dan rendah hati. Sifat natural yang membuat Calvin dekat dengan siapa saja. Tak terkecuali dengan supir, asisten rumah tangga, dan staf-stafnya di kantor.
Mobil meluncur mulus. Terbebas dari keharusan menyetir, Calvin mulai membuka media jurnalisme warga kesayangannya. Ia sempatkan untuk menulis artikel. One day one article seperti biasa. Hari ini, Calvin menulis tentang uang dingin dalam investasi. Topik yang sangat khas Calvin Wan.
Sesaat setelah diposting, artikel itu langsung dilabeli headline. Dibanjiri puluhan vote dan komentar dari blogger lainnya. Setiap komentar dibalasnya dengan ramah dan rendah hati. Ia sabar merespon tiap komentar dan pertanyaan kritis.
Sibuk menulis dan blogwalking, tak terasa Alphard yang dinaikinya tiba di depan sebuah rumah besar bertingkat tiga dan bergaya Victoria. Tak banyak berubah, pikir Calvin. Tersenyum senang memandangi rumah bercat putih yang telah ditempatinya sejak kecil. Enam bulan Calvin meninggalkannya, rumah mewah ini tak berubah.
"Kak Calvin! I miss you!"
Syifa berlari dengan lengan terentang. Ia melempar diri ke pelukan Calvin. Mencium pipi kakaknya, memeluknya erat-erat hingga Calvin sulit bernafas. Rindu yang dipendam lama, akhirnya tumpah juga.
"Syifa Sayang...miss you too." ujar Calvin, membalas pelukan Syifa.
"Kak Adica, Mama, dan Papa sudah menunggu. Ayo, Kak." ajak Syifa setelah melepas pelukannya.