"Dari siapa?"
"Telepon pertama dari Calvin Wan, telepon kedua dari Adica. Kamu lagi dekat sama Calvin Wan ya? Blogger tampan yang terkenal karena konsistensinya itu?"
Ada nada menyelidik dalam suara Silvi. Sesaat Clara menghentikan gerakan tangannya. Wortel yang ia pegang jatuh ke rumput.
"Tidak juga. Calvin Wan hanya klienku," sahut Clara.
"Are you sure? Kok aku merasa lain ya? Ada yang beda..."
Lupakah Clara kalau Silvi juga seorang blogger? Sama seperti Calvin, ia konsisten one day one article. Lupa pulakah dia bahwa adik cantiknya ini memiliki mata hati? Jangan sampai menipu Silvi. Percuma, ia akan tahu jika dirinya ditipu.
"Sure. Calvin hanya klien. Kenapa memangnya? Atau...jangan-jangan kamu yang suka sama Calvin."
"Suka sama Calvin? Nggak kok...siapa yang suka?" Silvi menunduk, wajahnya merona merah. Clara tertawa kecil. Mencubit gemas pipi adiknya. Menyentil dagu lancipnya.
"Bukannya kamu lebih dulu kenal dengan Calvin dibanding aku? Katanya, kamu sudah dianggap adik sama dia. Iya, kan?"
Silvi tak menjawab. Kembali sibuk memberi makan Hamlet dan Laluna, dua hamster peliharaan yang dinamai Clara dengan nama-nama seperti itu.
"Menurutku, Calvin baik. Meski awalnya aku curiga padanya. Tapi setelah mengenal dan menyelidiki lebih jauh, ternyata Calvin oke juga. Charming malah. Untuk yang satu ini, kamu tidak bisa membantahnya." Clara mengungkapkan penilaiannya.