"Terapi apa, Syifa? Calvin sakit?" desak Silvi.
Syifa memutar otak. Mencari jawaban. Lalu ia mendapat ide.
"Oh...bukan, bukan terapi medis. Terapi itu hanya istilah saja. Aku, Kak Calvin, dan Kak Adica sengaja memakai kata 'terapi' jika ingin membuat solusi pemecahan masalah di kantor. Semacam kode-kode rahasia gitu. Biar karyawan perusahaan nggak tahu."
Alasan yang sangat mengada-ada. Bahkan Syifa mengakui kebodohannya sendiri saat membuat alasan itu. Anehnya, Silvi percaya. Tak lagi bertanya lebih jauh tentang kata 'terapi' yang dimaksud.
Tak enak dengan kesalahannya sendiri, Syifa buru-buru pamit pulang. Ia melangkah setengah berlari kembali ke mobil. Adica sudah menunggunya. Begitu mendengar cerita adiknya, langsung saja ia memarahi Syifa.
"Keceplosan?! Fatal akibatnya! Jangan sampai terulang lagi!" bentak Adica seraya menjalankan mobilnya.
"Maaf Kak...aku nggak sengaja." sesal Syifa. Kepalanya tertunduk. Menatap Adica pun tak berani.
"Enak saja minta maaf! Aku bukan Calvin yang lembut dan mudah memaafkan orang lain!" Adica makin jengkel. Tangan kirinya memukul dashboard demi melampiaskan kekesalan.
"Iya, tapi Syifa beneran nggak sengaja. Untung bisa cari alasan."
Mobil melaju meninggalkan kompleks perumahan. Melesat di antara kendaraan-kendaraan lainnya yang memadati jalan raya.
"Awas saja kalau Silvi sampai tahu gara-gara kebodohan kamu!" ancam Adica.