"Aku sudah ke rumah Silvi," kata Nanda perlahan. Menarik kursi ke dekat ranjang, lalu mendudukinya.
Radioterapi internal baru saja selesai. Calvin gelisah selama terapi. Takut terjadi sesuatu pada Silvi. Sama sekali tak dikhawatirkannya diri sendiri.
"Silvi baik-baik saja, kan? Apa dia kesulitan melakukan sesuatu?" tanya Calvin cemas.
Kilatan cemburu sekilas tertangkap di mata Nanda. Hanya sekilas, tak lebih dari tiga detik. Namun tetap saja terlihat. Apa hak Nanda untuk cemburu?
"Silvi hampir menumpahkan air teh. Tapi bisa diatasi. Dia juga kesulitan saat mengambil alat penyiram bunga. Sudah kubantu. Selebihnya dia dan Syahrena baik-baik saja."
"Good. Thanks Nanda."
Nanda tersenyum terpaksa. Ia senang bisa menolong Calvin. Tapi ia sedih pada kenyataan pahit yang dihadapinya. Mencintai tanpa dicintai.
Ketukan pintu membuyarkan lamunan Nanda. Cepat-cepat ia bangkit. Di ambang pintu, berdirilah Revan. Melangkah cepat memasuki ruang rawat. Ia berhenti sejenak di meja samping tempat tidur. Meletakkan parsel buah-buahan yang dibawanya.
"Calvin, kamu sakit apa? Kata manager cafe, kamu masuk rumah sakit. Makanya aku cepat-cepat ke sini." Revan bertanya penuh perhatian.
Sebuah kemungkinan tak terduga. Mereka belum siap menjawab pertanyaan semacam ini. Revan datang ke rumah sakit pun bukan hal yang mereka duga sebelumnya.
"Nggak usah khawatir, Revan. Cuma sakit biasa. Kayaknya gara-gara Kang Calvin kelelahan," jawab Nanda akhirnya. Cepat sekali ia menguasai diri.